Jumat, 30 Mei 2008

Opini Tan Malaka

Refleksi Kelahiran Tan Malaka

Tan Malaka, Pejuang Revolusioner Legendaris

Oleh : Fatkhul Anas*)

2 Juni 1897, seorang anak laki-laki lahir di desa Pandam Gadang, Suliki, Sumatra Barat. Ia lahir ditengah keluarga petani miskin di wilayah Sumatra. Kedua orang tuanya memberinya nama Ibrahim Datuk Tan Malaka. Ia seorang anak yang cerdas, pemberani, dan berjiwa pemimpin. Dialah orang yang kelak akan menjadi pejuang revolusioner di Indonesia. Bahkan ia dinobatkan sebagai pejuang revolusioner legendaris. Perjuangannya lintas batas. Tidak hanya sekedar wilayah Indonesia, tetapi merambah ke Thailand bahkan Moskwa. Inilah yang membuat namanya selalu terkenang meski sejarah pernah menimbunnya.

Adalah Tan Malaka, nama akrabnya, pada usia 25 tahun sudah memulai menapaki pergerakan politik. Ia di usia itu, tepatnya tahun 1921 pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun. Dari situlah Tan Malaka mulai merambah dunia baru dan banyak belajar mengenai perpolitikan dan perjuangan revolusioner. Karena kecerdasan dan kewibawaannya Tan Malaka diangkat sebagai ketua PKI, tepatnya pada saat kongres PKI tanggal 24-25 Desember 1921. Sejak saat itulah Tan Malaka mulai mengembangkan pemikirannya dan memberikan sumbangsih perjuangan bagi bangsa Indonesia.

Gerakan awal Tan Malaka adalah mengumpulkan pemuda-pemuda dalam wadah komunis. Selain banyak berdiskusi dengan Semaun, ia juga bercita-cita membangun wadah organisasi dalam bentuk pendidikan untuk para anggota PKI dan SI. Mereka akan dikader serta akan dikursus mengenai ajaran-ajaran komunis, keahlian berbicara, gerakan-gerakan aksi komunis, jurnalistik serta keahlian memimpin rakyat. Gerakan ini ternyata diketahui oleh pemerintah Hindia-Belanda. Mereka melarang dan menindak tegas terhadap kursus-kursus yang dibangun Tan Malaka dan kawan-kawannya.

Bagi Tan Malaka, pelarangan ini bukanlah kendala yang mampu melunturkan semangatnya. Ia malah bercita-cita membangun sekolah bagi anak-anak anggota SI untuk mencipta kader-kader baru. Tan Malaka memiliki tiga alasan mendirikan sekolah itu. Pertama, ingin memberi banyak jalan kepada murid untuk mendapatkan berbagai mata pelajaran seperti berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa, dan lainnya. Kedua, memberi kebebasan kepada para murid untuk mengembangkan kegemaran mereka terutama dalam hal perkumpulan-perkumpulan. Ketiga, memperbaiki nasib kaum miskin yang sekian lama terkurung dalam penindasan dan ketidakadilan.

Demi terwujudnya cita-cita mendirikan sekolah, ruang rapat SI Semarang dirubah menjadi ruang kelas. Darisinilah cikal-bakal sekolah yang didirikan Tan Malaka berkembang dan menjadi sekolah besar. Perjuangan Tan Malaka dalam kancah perpolitikan, terutama bagi komunis dan PKI juga sangatlah nyata. Selain harus memikirkan PKI, ia juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa diikuti oleh kaum komunis dunia. Ini karena Tan Malaka memikul tanggung-jawab sebagai wakil Komintern.

Seiring perjalanan waktu, pengabdian Tan Malaka di PKI mengalami goncangan. Seringkali ia beradu argumen dengan para petinggi-petiggi PKI seperti Muso, Semaun, yang menyulut api perbedaan. Karena perbedaan pandangan ini, Tan Malaka memilih keluar dari PKI, Sardjono-Alimin-Musso. Perbedaan ini dilatarbelakangi setidaknya karena perbedaan background antara Tan Malaka dengan pemimpin-pemimpin PKI lainnya. Tan Malaka meskipun berpandangan komunis tetapi lahir dari rahim SI. Ia besar di lingkungan dan pemikiran islam modernis SI. Sehingga pandangan komunisnya berbeda dengan pandangan Muso dan kawan-kawannya.

Tahun 1926 muncul pemberontakan kecil di berbagai daerah di Indonesia. Pemberontakan ini muncul atas rekayasa Keputusan Prambanan. Pemerintahan Hindia-Belanda saat itu langsung dapat memadamkan pemberontakan karena hanya segelintir-segelintir saja. Para pejuang banyak yang ditangkap, diasingkan ke Boven Digoel, Irian Jaya, bahkan ada pula yang dibunuh. Sebagian besar yuang ditangkap adalah pejuang yang jumlahnya mencapai ribuan. Dari pemberontakan ini, pemerintah Hindia-Belanda akhirnya mempunyai alasan untuk menangkap siapapun yang mencoba melawan Belanda. Meskipun mereka bukan dari PKI.

Melihat keadaan yang cukup parah, Tan Malaka yang saat itu berada di luar negri segera mengumpulkan teman-temannya. Di Bangkok, Thailand, Tan Malaka bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI). Pendirian itu dilakukan pada bulan Juni 1927. Mulai saat itu Tan Malaka berusaha membangun situasi dalam negri Indonesia menjadi lebih baik. Hingga suatu masa muncul peristiwa tidak menyenangkan bagi Tan Malaka. Tanggal 3 Juli 1946 Tan Malaka ditangkap bersama pimpinan Persatuan Perjuangan. Ia dipenjara selama dua setengah tahun tanpa adanya pengadilan. Setelah meletus pemberontakan PKI Madiun pada September 1948 yang dipimpin Muso dan Amir Syarifudin, Tan Malaka baru dikeluarkan dari penjara.

Sekeluar dari penjara Tan Malaka merintis pembentukan Partai Murba pada 7 November 1948 di Yogyakarta. Tahun 1949, peristiwa naas menimpa dirinya. Tan Malaka tiba-tiba hilang tanpa diketahui jejaknya. Namun, setelah diadakan penyelidikan secara serius, akhirnya terungkap bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21 Februari 1949 sebagaimana pengungkapan Sejarawan Belanda Harry A. Poeze. Makamnya berada ditengah-tengah kuburan para pejuang Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur.

Peristiwa inilah yang menjadi akhir hayat Tan Malaka sekaligus mengakhiri pula perjuangannya. Namun, namanya tetap abadi bersama perjalanan waktu. Demi mengharumkan namanya, pada 28 Maret 1963 Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan Presiden No.53 yang menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Meski saat rezim Orde Baru namanya dikucilkan dari sejarah karena ia dituduh PKI, hal itu tetap tak mampu menghapus namanya dari lembaran sejarah.

Namanya akan selalu abadi dan semoga menjadi inspirator utama bagi para pemuda Indonesia yang hidup di masa ini. Ditengah hiruk-pikuk persoalan negri, para pemuda sudah semestinya mencontoh etos perjuangan militan serta revolusioner dari Tan Malaka. Dialah yang selalu membangun pondasi kuat untuk menyelamatkan rakyat. Dialah nenek moyang bangsa Indonesia yang namanya sejajar dengan Soekaro-Hatta.

*) Penulis adalah pecinta sejarah serta staf pada Hasyim Asy’ari Institute

HP 085292843110

Nomor Rekening 0112531627 Bank BNI Cabang UGM Yogyakarta atas nama Fatkhul Anas

Tidak ada komentar: