Senin, 10 Maret 2008

Mengenang Gus Zainal

Catatan Satu Tahun Kematian KH Zainal Arifin Thaha
Mengenang Guru Spiritual Yogyakarta
Oleh : Fatkhul Anas*)
Satu tahun yang lalu Yogyakarta kehilangan sosok kharismatik yang selalu memancarkan mata air pencerahan. Dialah KH Zainal Arifin Thoha yang wafat pada 14 maret 2007. Gus Zainal panggilan akrab beliau, merupakan sosok yang tidak lagi asing di Yogyakarta. Melalui rubrik Serambi Jum’at di koran Merapi yang dahulu diasuh beliau, Gus Zainal banyak memberikan pencerahan baik lahir maupun batin kepada masyarakat Yogyakarta. Kharismanya mampu menyelusup alam kesadaran masyarakat. Apalagi beliau juga seorang sufi yang selalu mendendangkan nada-nada cinta kepada Sang Pencipta. Beliaulah guru spiritual Yogyakarta yang namanya dikenal dimana-mana. Mulai dari cendekiawan, intelektual, penyair, akademisi, rakyat jelata, bahkan pengemis sekalipun, tidaklah asing dengan Gus Zainal.
Sepeninggal Gus Zainal jagad Yogyakarta sangatlah kehilangan. Sosok muda kharismatik ini begitu cepat mangkat meninggalkan istri tercinta, 5 orang putra, serta para santri Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) Hasyim Asy’ari. Beliau juga meninggalkan jamaah-jamaah pengajian di desa-desa maupun perkotaan Yogyakarta. Selain tentu saja meninggalkan kawan-kawan akrabnya baik kawan-kawan penyair, budayawan, akademisi, cendekiawan, Ansor, NU, Kyai maupun para mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga serta UNY. Gus Zainal memang sosok istimewa. Beliau tak sekedar seorang kyai, tapi juga cendekiawan, penyair, budayawan, bahkan seniman. Beliau juga sosok pengayom yang merakyat. Kehidupan beliau sangat sederhana. Kecintaannya terhadap keluarga maupun para santri tidak pernah putus.
Dahulu beliau selalu aktif mengisi rubrik Serambi Jum’at di koran Merapi. Disanalah beliau banyak memberikan pencerahan seputar kehidupan beragama. Cara penyampaian beliau sederhana. Beliau mengambil hal ihwal kehidupan sehari-hari lalu diberikan makna keislaman. Disinilah kemampuan beliau yang jarang dimiliki dai-dai lain. Gus Zainal mampu menghadirkan teks agama ditengah konteks kehidupan. Beliau juga mampu memberikan contoh nyata yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memang tak bisa dipungkiri. Apalagi mengingat kehidupan Gus Zainal yang begitu sederhana tetapi penuh makna. Karenanya pemikiran beliau selalu relevan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Ditambah, beliau adalah seorang sufi. Pancaran cahaya kecintaanya kepada Allah itulah yang mampu menghadirkan aura kesejukan bagi siapapun. Tidak pandang ia seseorang yang berpangkat atau seorang pengemis, semuanya mampu mendapat embun pencerahan ketika bertemu Gus zainal.
Itulah kelebihan Gus Zainal yang jarang dimiliki orang lain. Karenanya saya menyebut beliau sebagai guru spiritual Yogyakarta, selain penyair, budayawan, serta cendekiawan. Kehadirannya ditengah-tengah masyarakat Yogyakarta benar-benar mampu memberikan hawa segar bagi kehidupan. Meski beliau terlahir di Kediri, namun jiwa ke-Jogja-annya begitu melekat. Karenanya tak heran jika beliau mempunyai jamaah berlimpah mulai dari wilayah Bantul sampai wilayah Kota Yogyakarta. Beliau juga menjadi penceramah tetap di radio RRI serta pengasuh rubrik Serambi Jum’at di koran Merapi. Melimpahnya jamaah Gus Zainal tidak lepas dari kepiawaian beliau dalam memberikan materi. Selain itu, kehadiran beliau sebagai seorang sufi yang menawarkan jalan menuju Tuhan begitu relevan dengan zaman. Ditengah-tengah masyarakat yang telah jumud dengan modernitas dan kering akan spiritual, Gus Zainal hadir membawa embun pencerahan.
Melalui ceramah-ceramahnya yang beraroma sufi, Gus Zainal mampu memberikan solusi ditengah kekeringan masyarakat akan spiritualitas. Beliau juga pandai membaca situasi dan kondisi kehidupan. Apa yang terjadi saat ini, beliau tanggap. Sehingga selalu ada pencerahan baru yang diberikan Gus Zainal. Beliau banyak menganjurkan hidup secara sederhana, eling (ingat) kepada Allah, rajin bersodakoh, serta tidak lupa darat dengan kehidupan dunia. Gus Zainal meski dikenal sebagai akademisi, tetap mampu merambah rakyat kecil. Berbeda dengan akademisi lain yang terkadang kurang menyentuh rakyat kecil karena terlalu terlena dengan gaya akademisinya. Tampilannya yang merakyat serta memiliki mental kuat selalu menjadi percontohan orang. Tak jarang Gus Zainal didapati menjual buku-bukunya sendiri dalam sebuah seminar. Padahal beliau menjadi pembicara dalam seminar itu.
Kepada para santri, Gus Zainal selalu menekankan agar bisa hidup mandiri. Sebagai bekal kemandirian, beliau mengajari para santri menulis mulai dari kolom, cerpen, puisi, esai, maupun novel. Dari sinilah Gus Zainal mendidik santrinya baik secara intelektual maupun mental. Santri selain ngaji, juga diberlakukan diskusi. Diskusi rutin yang diilakukan di Pesantrennya selama ini adalah kajian editorial, kajian ilmiah, serta kajian sastra. Dari sini satri diharapkan mampu menjadi penulis handal yang siap terjun dimanapun. Melalui tiga jargon yaitu intelektualitas, spiritualitas, serta profesionalitas, Gus Zainal mencoba mencetak generasi muda yang bemutu baik secara intelektual maupun spiritual yang pada akhirnya melahirkan profesional.
Itulah sosok kharismatik Gus Zainal yang namanya selama ini kita kenal. Semangat beliau dalam mengemban masyarakat maupun para santri patut kita jadikan contoh. Meski saat ini Gus Zainal secara fisik telah tiada, namun semangatnya semoga selalu hidup ditengah hiruk pikuk masyarakat. Pancaran-pancaran kharismanya semoga menjadi kenangan yang tak terlupakan yang pada akhirnya mampu kita tiru, bukan untuk diratapi. Ceramah-ceramahnya yang telah disampaikan beliau baik kepada masyarakat maupun melalui rubrik Serambi Jum’at di koran Merapi semoga selalu membawa embun pencerahan dimanapun dan kapanpun.
Kepada segenap keluarga semoga selalu tabah dan diberikan ketegaran. Sebab kepergian Gus Zainal bukanlah sebuah kepedihan, melainkan rahmat dari Sang Maha Penyayang. Begitu juga kepada segenap santri, semoga tidak pernah lelah meneruskan risalah Gus Zainal. Masih banyak perjalanan panjang dari ide maupun gagasan yang belum ditempuh Gus Zainal. Semoga hal itu mampu diteruskan oleh para santri. Dan kepada guru spiritual, KH Zainal Arifin Thaha semoga Allah senantiasa memaafkan dosa-dosa beliau serta menempatkan beliau fi raudhotil jannah, amin.
*) Penulis adalah Staf pada Pusat Studi Agama Dan Kebudayaan (Pusaka) Yogyakarta
Nomor Rekening 0112531627 Bank BNI Cabang UGM Yogyakarta atas nama Fatkhul Anas

Tidak ada komentar: