Selasa, 18 Desember 2007

opini qurban

Qurban Sebagai Terapi Egosentrisme
Oleh : Fatkhul Anas*)



Hari raya Idul Adha kembali menyapa kaum muslimin di seluruh dunia. Suara gegap gempita takbir selama empat hari berturut-turut mulai dari hari raya Indul Adha sampai hari tasyrik bergema di masjid, mushalla, maupun tempat ibadah umat islam lainnya. Tak lupa iringan puji syukur selalu tertuju pada Allah, zat yang memerintahkan hambanya berqurban pada hari raya ini. Dengan berbekal rahmat-Nya, umat islam dari berbagai penjuru kali ini mampu melaksanakan ibadah qurban sebagai bentuk keikhlasan menjalankan perintah Allah.
Qurban sebagai salah satu ibadah sunnah, merupakan sebuah ujian hati sekaligus iming-iming dari Allah. Ujian hati karena manusia harus benar-benar ikhlas mengeluarkan hartanya untuk berqurban. Manusia tidak boleh terpana dengan harta sehingga lupa bahwa pada harta mereka sesungguhnya terdapat hak orang lain. Manusia tidak boleh merasa bahwa harta yang mereka miliki adalah mutlak milik mereka. Meskipun itu adalah hasil kerja kerasnya. Karena Allah-lah dengan sifat ar-razak-Nya yang telah memberikan rizki kepadanya. Sehingga Allah-lah yang berhak mengklaim bahwa harta tersebut adalah kepunyaan-Nya. Karena itu sudah sewajarnya jika Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berqurban sebagaimana tertera dalam firman-Nya surat Al-Kautsar (2) "Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan menyembelihlah".
Disinilah Allah memberikan ujian kepada hamba-Nya apakah mereka tetap bersikeras tidak mau mengeluarkan hartanya untuk berqurban atau patuh kepada perintah-Nya. Manusia yang sanggup menghadapi ujian ini dalam artian mereka mau berqurban, tentu saja Allah memberikan jaminan baginya. Salah satunya adalah sebagaimana tertera dalam hadis Rasulullah saw "Sebaik-baik amal bani adam bagi Allah di hari Idul Adha adalah menyembelih qurban. Di hari kiamat hewan-hewan qurban tersebut menyertai bani adam dengan tanduk-tanduknya, tulang-tulang dan bulunya, darah hewan tersebut diterima oleh Allah sebelum menetes ke bumi dan akan membersihkan mereka yang melakukannya" (H.R. Tirmizi, Ibnu Majah). Adapun orang yang tidak mau berqurban mereka pun diancam oleh Rasul sebagaimana dalam hadisnya pula "Barangsiapa mempunyai kelonggaran (harta), namun ia tidak melaksanakan qurban, maka janganlah ia mendekati masjidku" (H.R. Ahmad, Ibnu Majah).

Jembatan Vertikal dan Horisontal
Ibadah qurban sebagaimana diperintahkan Allah berserta Rasul-Nya merupakan jembatan penghubung bagi manusia untuk munuju kepada Tuhannya (jembatan vertikal) serta kepada sesama manusia (jembatan horisontal). Qurban sebagai jembatan vertikal jelas karena didalamnya dituntut keikhlasan. Barangsiapa berqurban bukan karena ikhlas kepada Allah tentu hal itu akan sia-sia. Dari hal ini manusia dituntut membuang sikap egosentrisme. Manusia yang telah lama terninabobo dengan konstruk budaya egosentrisme, sedikit demi sedikit diterapi dengan qurban. Sebab didalam quban, keikhlasan adalah kunci utama. Keikhlasan inilah sebagai piranti untuk menemukan titik kesadaran manusia bahwa mereka mempunyai tanggung jawab kepada Tuhan maupun sesama manusia. Karena itu qurban bukanlah ajang gengsi atau pamer, namun semata-mata tertuju karena Allah.
Qurban dengan motif gengsi, pamer harta, prestige, atau karena kepentingan tertentu seperti politik, merupakan hal sia-sia. Apa yang diperoleh dari qurban bukanlah jaminan dari Allah melainkan pujian manusia semata. Mungkin saja dihadapan manusia ia adalah hero, namun dihadapan Allah semua itu tak ada makna. Allah hanya menuntut keikhlasan amal. Maka seyogyanya sejak saat ini kita luruskan niat qurban benar-benar karena Allah, bukan bergantung pada motif duniawi apapun. Bukankah Allah lewat Rasulnya telah menyeru bahwa segala amal tergantung pada niatnya? Siapa berniat karena Allah maka Allah-lah baginya. Tetapi siapa berniat karena kepentingan tertentu, maka kepentingan itu pula yang ia peroleh. Mau memilih manakah kita? Tentu saja sebagai ulil albab kita akan memilih Allah karena Dia-lah yang berkuasa atas segalanya (wallahu ‘ala kulli syaiin qodir).
Adapun qurban sebagai jembatan horisontal terkait dengan hubungan kemanusiaan kita. Daging qurban yang kita bagi-bagikan kepada sesama saudara merupakan bentuk kepedulian serta rasa solidaritas tinggi. Apalagi dalam konteks bangsa Indonesia. Kita tahu bahwa sampai saat ini bangsa ini masih saja dilanda kemiskinan luar biasa. Bangsa Indonesia sampai bulan Juli 2007 lalu masih memiliki 37,17 juta orang penduduk miskin atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia. Mereka tersebar di pedesaan dan perkotaan. Di perdesaan terdapat sekitar 23,61 sementara di perkotaan turun sebanyak 13,56 juta (data BPS). Melihat prosentase kemiskinan cukup tinggi masih melanda Indonesia, sangatlah tepat jika qurban hadir ditengah-tengah situasi saat ini. Masyarakat miskin desa maupun kota yang sehari-hari hidup dengan makan ala kadarnya, saat ini mampu menikmati daging qurban. Betapa tak terbayangkan kebahagiaan dihati mereka karena mampu menikmati hidangan enak yang mungkin jarang atau bahkan belum pernah mereka nikmati.
Kebahagiaan dihati mereka sudah semestinya manjadi kebahagian kita semua sebagai saudara seiman. Jangan biarkan mereka terus-menerus tersiksa dalam ruang kemiskinan. Berikan mereka kebahagiaan meskipun hanya sedikit. Toh, mereka pasti akan merasa masih ada yang peduli terhadap nasibnya. Memang hidup diabad postmodern ini segalanya serba sulit. Demi mendapat sesuap nasi saja keringat harus bercucuran. Semua ini akibat keserakahan manusia yang tidak pernah puas memenuhi nafsunya. Apalagi manusia telah berabad-abad dirasuki penyakit yang bernama egosentrisme. Manusia mengeksploitasi alam raya sekehendaknya. Tanpa berpikir dampak yang ditimbulkan, mereka terus menerus mengeruk kekayaan alam demi kepuasan. Akhirnya manusialah yang menerima akibat buruknya, terutama mereka yang lemah. Kemiskinan, kelaparan, beragam penyakit, kekeringan, global warming, bencana alam, serta berbagai problematika manusia harus diderita. Hukum rimba juga berkuasa. Mereka yang kuat sebagai pemenang sedang yang lemah selamanya kalah.
Dalam konteks inilah ibadah qurban menjadi penting. Sebab ditengah-tengah iklim egosentrisme yang terus bergelanyut, qurban hadir sebagai titik baliknya. Qurban menghendaki manusia bermoral sosial. Kepicikan manusia seluruhnya dikikis habis. Mereka yang masih mempertahankan egosentrisme-nya tidak mendapatkan jaminan Tuhan. Bahkan amal mereka akan sia-sia belaka. Sedang manusia yang mampu mengikis egosentrisme-nya serta beramal ikhlas karena Tuhan, merekalah orang-orang yang beruntung. Semoga ibadah qurban tahun in mampu mengantarkan kita menjadi hamba Allah yang senantiasa ikhlas dan masuk dalam golongan mukhlisun.


*) Penulis adalah pengamat agama dan kebudayaan pada Pusat Studi Agama dan Kebudayaan (Pusaka) Yogyakarta
Nomor HP 085292843110
Nomor Rekening 0112531627 Bank BNI Cabang UGM Yogyakarta atas nama Fatkhul Anas

Tidak ada komentar: