Rabu, 04 Juni 2008

Opini Lingkungan Hidup

Manusia Sejati Dalam Ekologi
Oleh : Fatkhul Anas*)

Tanggal 5 Juni seluruh warga di dunia memperingati hari lingkungan hidup. Momen urgen ini semoga mampu membuka kembali ingatan tentang pentingnya menjaga lingkungan. Semoga pula mampu menghadirkan perasaan kesadaran ekologis dalam diri setiap penduduk dunia ditengah carut-marutnya kehidupan. Tujuannya tak lain demi kehidupan lebih baik. Mengingat betapa morat-maritnya tatanan ekologis, setiap manusia yang hidup saat ini dituntut untuk mampu menjaga keseimbangan ekologis. Sistem ekologi bumi yang semakin tak teratur dan kacau-balau, janganlah ditambah dengan kerusakan yang menyebabkan bumi semakin menderita.
Saat ini sistem ekologi sudah mencapai titik rawan. Adanya bencana yang tak terduga terjadinya, wabah penyakit baru yang bermunculan, perubahan cuaca yang sulit diprediksi, adalah sebagian contoh betapa tatanan ekologi semakin kacau. Lebih-lebih munculnya global warming sebagai fenomena alam baru, menjadi bukti kuat bahwa ekologi harus segera diselamatkan. Sudah waktunya lingkungan menjadi perhatian utama dalam kehidupan. Lingkungan bukan hal sekunder yang pemenuhannya menunggu kebutuhan primer. Lingkungan saat ini harus menjadi hal primer sehingga menjadi aspek yang diutamakan.
Mengenai upaya penyelamatan lingkungan, banyak jalan yang dapat ditempuh. Tergantung pada posisi apa manusia itu. Jika ia pemilik perusahaan misalnya, maka penyaluran limbah, penggunaan bahan bakar maupun pemenuhan bahan-bahan dasar haruslah tepat. Prinsipnya, janganlah kegiatan perusahaan mengganggu keseimbangan lingkungan. Begitu juga dengan berbagai kegiatan manusia yang beraneka-ragam. Janganlah kegiatan itu mengganggu keseimbangan lingkungan meski dalam jumlah minim. Sedikit saja kegiatan mereka mengacaukan lingkungan-misalnya menimbulkan pencemaran, polusi udara, hutan gundul dan sebagainya-bisa dipastikan keseimbangan lingkungan semakin semrawut.
Kacaunya keseimbangan ekosistem atau lingkungan akan berakibat fatal bagi kehidupan mendatang. Sebagai contoh di Indonesia sendiri bencana banjir, tanah longsor, tsunami, gempa bumi begitu banyak bermunculan akhir-akhir ini. Survei yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Manusia (WALHI) menyatakan bahwa % kawasan Indonesia merupakan rawan bencana, seperti gempa, bumi tsunami, gunung api maupun bencana akibat dari ulah manusia. Data ini semakin menjadi bukti bahwa lingkungan kita semakin menderita. Belum lagi masalah polusi, pencemaran lingkungan, wabah penyakit, serta kekeringan. Kalau semua kerusakan itu dihitung, betapa menderitanya alam Indonesia ini. Itu pun baru Indonesia. Bagaimana dengan negara-negara lain terutama negara maju? Sudah bisa dipastikan bahwa kerusakan alam mereka lebih "gawat" dari pada Indonesia.
Dari semua fakta diatas semakin memberi gambaran bahwa kita sejak saat ini sudah semestinya bahkan merupakan keharusan untuk menanamkan kesadaran ekologis. Memang hal ini sudah berkali-kali digembar-gemborkan. Tetapi sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang maksimal. Untuk wilayah Indonesia misalnya, masih banyaknya penebangan hutan secara liar, pembuangan limbah sembarangan, serta pengotoran lingkungan, menjadi bukti bahwa kesadaran ekologis belum benar-benar terbangun. Masalah lagi, pola-pola kehidupan materialisme semakin banyak yang menggandrungi. Pola ini secara tidak sadar ternyata membawa dampak yang buruk terhadap lingkungan.
Dikalangan masyarakat Amerika sebagai masyarakat yang paling menggandrungi materialisme, efek buruk dari pola kehidupan ini begitu terasa. Michael Brower dan Warren Leon (2000) menyebutkan bahwa keluarga yang hidupnya serba materialisme-memiliki mobil, steak di alat pemanggang daging, peralatan rumah tangga yang tak terhingga jumlahnya-membuat dampak buruk bagi atmosfir, perairan pesisir, sungai, hutan, serta tanah. Pola ini (hidup materialisme) semakin membuat ekosistem tidak berimbang. Kalau pola ini malah semakin digandrungi masyarakat Indonesia sudah tentu alam Indonesia semakin terjaring dalam keterpurukan.
Untuk mengatasinya tentu membutuhkan perangkat tandingan. Perangkat tersebut tak lain adalah kesadaran ekologis. Sikap inilah yang selalu menjadi jiwa dalam gerak manusia. Jadi kemanapun ia melangkah berarti ia harus menyelamatkan lingkungan. Memang begitu sulit sikap ini diterapkan. Terlebih berhadapan dengan sikap manusia yang selalu serakah, individualis, serta semau sendiri dalam bertindak. Manusia tidak semakin menyadari bahwa kehidupan mendatang sangat ditentukan oleh sikapnya saat ini. Semakin kita brutal dengan lingkungan, semakin rusak tatanan kehidupan. Semakin kita serakah, semakin habis kekayaan alam.
Jika kita mau menyadari dengan sepenuh hati bahwa nafas kehidupan generasi mendatang ada ditangan kita, tentu segala tindakan terhadap lingkungan tidaklah brutal dan semaunya sendiri. Ingatlah bahwa satu kesalahan terhadap lingkungan bararti satu nyawa manusia siap melayang. Bukankah sangat sadis dan tak berperikemanusiaan diri kita ini jika berbuat nakal terhadap lingkungan. Kita sama saja dengan hewan. Artinya kita harus merubah mau sikap. Jika kita merasa "manusia sejati", maka menyelamatkan lingkungan lebih diutamakan sebelum lingkungan membunuh kita. Memang terdengar aneh jika mengatakan bahwa lingkungan "membunuh". Betul, tapi coba amati dengan seksama bukankah banjir, tanah longsor, gempa bumi, polusi udara, racun, dapat menghilangkan nyawa manusia? Ini artinya lingkungan setiap saat mempunyai potensi untuk membunuh manusia.
Maka sebelum kita terbunuh siapkan senjatanya untuk pertahanan. Senjata itu tak lain adalah kesadaran ekologis itu sendiri. Ini memang senjata ampuh untuk menjaga diri dari kepunahan akibat "amukan" lingkungan. Jadi, lagi-lagi penulis katakan bahwa sudah saatnya kesadaran ekologis ditingkatkan serta dipraktekkan. Masih banyak nyawa manusia yang harus diselamatkan. Jangan biarkan hembusan nafas mereka padam karena keteledoran kita.
Jadilah manusia sejati dalam ekologi. Yaitu manusia yang senantiasa menjaga lingkungannya dari kerusakan.
*)Penulis adalah pengamat lingkungan pada Hasyim Asy’ari Institute Yogyakarta.
HP 085292843110
Nomor Rekening 0112531627 Bank BNI Cabang UGM Yogyakarta atas nama Fatkhul Anas


Bersepeda Untuk Penyelamatan Lingkungan
Oleh : Fatkhul Anas*)

Tanggal 5 Juni ditengarai sebagai hari lingkungan hidup sedunia. Pada hari ini, lingkungan akan menjadi bahan perbincangan dari berbagai pihak. Pasti akan banyak isu-isu lingkungan yang mencuat dan diperbincangkan. Terlebih keadaan lingkungan yang semakin hari semakin rusak. Kerusakan itu tentu karena ulah manusia. Manusialah yang mempunyai potensi untuk merusak lingkungan sekaligus merawatnya. Potensi itu tumbuh karena manusia dibekali oleh Tuhan dengan akal. Dengan adanya akal ini manusia akan mampu melakukan apapun terhadap lingkungannya. Idealnya memang manusia dicipta untuk melestarikan lingkungan. Tetapi faktanya manusia banyak melakukan pengrusakan.
Kasus-kasus di Indonesia misalnya, Menurut data Bank Dunia tahun 2007, Indonesia termasuk Negara terbesar ketiga (US, China dan Indonesia) penghasil emisi gas rumah kaca yang menjadi sumber penyebab pemanasan global. Pemanasan global terjadi akibat lapisan atmosfer yang tertutup oleh lapisan gas rumah kaca seperti CO2, CH4, N2O sehingga menyebabkan panas sinar matahari tidak dapat di pantulkan kembali ke atmosfer yang pada akhir menyebabkan suhu permukaan bumi meningkat. Radiasi yang dipancarkan matahari akan berubah menjadi panas saat menyentuh permukaan Bumi.
Sebagian panas ini kemudian diserap Bumi, sebagian lagi dipantulkan kembali ke angkasa dalam bentuk sinar infra merah atau energi panas. Karena adanya selubung gas rumah kaca, sebagian panas yang dipantulkan oleh permukaan bumi tidak mampu menembus atmosfer dan dipantulkan kembali ke permukaan. Akibatnya, temperatur bumi pun meningkat dan timbul apa yang disebut efek rumah kaca. Kenaikan suhu global ini diprediksi mencapai 1,8 oC sampai 4oC pada tahun 2100 dan berpotensi mengubah iklim dan cuaca secara ekstrem.
Ini baru persoalan kenaikan suhu udara. Belum masalah-masalah pencemaran air, deforestasi hutan, rusaknya habitat pesisir serta laut, dan masih banyak persoalan lingkungan yang terus melanda negri ini. Jika diibaratkan manusia, alam Indonesia telah dihinggapi dengan berbagai penyakit berbahaya. Sakitnya telah membentuk komplikasi. Dari ujung kepala sampai ujung kaki telah dihinggapi dengan berbagai penyakit. Kalau diteliti dengan mikroscope sudah tentu banyak sekali kuman dan virusnya. Bukankah sangat mengerikan?
Kalau itu terjadi pada kita manusia, sudah tentu kita begitu takut. Jangan-jangan nyawa sebentar lagi akan pisah dari raga. Pastinya kita tidak akan tinggal diam. Setidaknya akan mencari dokter atau paranormal atau dukun jika memang kepepet, untuk dimintai tolong menyembuhkan penyakit yang kita derita. Tidak jauh beda dengan lingkungan. Lingkungan yang telah sakit juga butuh disembuhkan. Ia akan meronta jika terus-menerus dibiarkan sakit. Bahkan sesekali waktu bisa marah. Kalau sedang marah ia begitu berbahaya. Satu sapuan angin puting beliung saja mampu menghancurkan beratus-ratus rumah serta menewaskan berpuluh-puluh manusia. Apalagi ditambah dengan banjir, gempa bumi, tsunami, pasti akan sangat mengerikan.
Karena itu sebelum amukan lingkungan terjadi, maka lingkungan sesegera mungkin disembuhkan penyakitya. Hal mudah yang mampu dilakukan semua orang adalah dengan penghematan BBM. Caranya beralihlah kebiasaan berkendaraan kita dengan bersepeda. Dengan cara ini kitan akan mampu mengontrol kondisi udara. Jika setiap orang mampu mengurangi gas emisi beracun satu persen saja perhari, maka dalam satu bulan sudah tiga puluh persen berkurangnya. Itu baru satu orang, kalau sepuluh orang, seratus, bahkan seribu orang, tentu dapat diprediksi betapa banyaknya zat emisi di udara yang berkurang.
Dengan bersepeda ini selain mengurangi emisi gas beracun di udara, juga menyehatkan tubuh kita. Badan yang terus bergerak akan menggerakkan otot-otot di dalamnya. Ini menyebabkan kelancaran proses metabolisme tubuh sehingga tubuh selalu sehat. Dari pada kita hanya duduk berdiam di mobil atau motor, selain memperlambat proses metabolisme juga rawan dengan penyakit. Pasalnya, kita menghirup udara kotor. Lalu udara itu masuk ke tubuh dan disana udara tidak difilter dengan baik karena proses metabolismenya lambat. Akhirnya peyakit mudah menjalar. Dengan bersepeda penyakit akan difilter secara sempurna karena proses metabolisme tubuh lancar sehigga kecil kemungkinannya penyakit menjalar di tubuh.
Mengingat betapa pentingnya bersepeda, tidak ada salahnya jika kita mulai melakukannya dari sekarang. Memulai tentunya dari hal yang kita mampu. Misalnya dengan memilih situasi yang tepat untuk bersepeda. Situasi itu misalnya: Pertama, situasi santai. Jika hendak pergi bermain ke tempat kawan atau rekresi alam yang menempuh jarak atara dua sampai lima kilometer maka cukup menggunakan sepeda. Jalan-jalan sore menikmati pemandangan cukup pula dengan bersepeda. Kedua, jarak yang dekat. Jika tempat kerja kita tidak begitu jauh dari rumah cukuplah dengan bersepeda untuk kesana. Jangan memanjakan diri memakai kendaraan bermotor kecuali jika sangat dibutuhkan. Pergi ke warung makan dekat rumah misalnya, juga cukup dengan bersepeda atau malah jalan kaki. Toh, lebih menyenangkan dan menyehatkan.
Setelah kita memilih situasi santai dalam keseharian, lakukanlah kegiatan bersepeda ini. Ingatlah bahwa hal itu penting untuk kelestarian lingkungan. Lingkungan yang kita diami ini jangan sampai kita rusak apalagi dihancurkan. Akan kemana manusia nantinya jika bumi ini rusak? Apakah akan ke planet Mars? Jelas Tidak mungkin. Satu-satunya planet yang indah, asri, dan berpotensi bagi keberlangsungan kehidupan hanyalah planet bumi. Planet-planet yang lain masih diragukan apakah memungkinkan untuk kehidupan atau tidak. Dari ini maka kita dituntut agar mampu menjaga kelestarian bumi.
Masa depan dan keberlangsungan bumi ada di tangan kita. Berbuatlah apa yang mampu kita lakukan karena bumi harus diselamatkan.
*)Penulis adalah pengamat lingkungan pada Hasyim Asy’ari Institute Yogyakarta.
HP 085292843110
Nomor Rekening 0112531627 Bank BNI Cabang UGM Yogyakarta atas nama Fatkhul Anas

Tidak ada komentar: