Rabu, 04 Juni 2008

Opini : FPI

FPI dan Sindrom Ekstase Kekerasan
Oleh : Fatkhul Anas*)

Geger kekerasan kembali menggema di bumi Indonesia. Tepatnya 1 Juni 2008, ketika Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) memperingati hari lahir Pancasila, Front Pembela Islam (FPI) menggelar aksi brutalnya yang premanistik. Para korban akri brutral FPI banyak yang mengalami cidera, baik ringan mapun berat setelah mendapat pukulan dari massa FPI. Sedikitnya tercatat ada 12 orang yang mengalami luka-luka.
Insiden FPI untuk kesekian kali ini secara langsung memberikan bukti kuat bahwa FPI adalah organisasi ekstrim yang setiap saat bisa bertindak main hakim sendiri. Hanya persoalan perbedaan keyakinan harus dibayar dengan kekerasan. Tindakan destruktif FPI yang hanya beralasan perbedaan paham ini merupakan tindakan ngawur dan tidak dapat dibenarkan, baik secara kemanusiaan maupun agama. Apalagi tindakan kekerasan telah yang dilakukan berkali-kali. Jelas tidak dapat dibenarkan dalam konteks apapun. Kecuali, tindakan FPI mempunyai dasar yang logis. Mengenai tindakan FPI kemarin (1 Juni 2008) alasannya hanyalah kecurigaan akan pendukungan AKKBB terhadap Ahmadiyah (Kompas, 2/6). Padahal itu masih perkiraan. Ini berarti tindakan FPI tidak memiliki dasar yang logis.
Melihat aksi FPI yang selalu diwarnai dengan kekerasan sangat menarik jika dilihat dalam kacamata Transpolitika-nya Yasraf A. Piliang (2005). Ia menuturkan tentang adanya sindrom ekstasi kekerasan. Suatu tindakan kekerasan yang dilakukan berkali-kali sampai sang pelaku merasa sangat senang dan mengalami ekstasi itulah yang dinamakan ekstasi kekerasan. Erich Fromm (1973) mendefinisikan kondisi ekstasi sebagai suatu keadaan mental atau spiritual yang mencapai keadaan puncak tatkala jiwa secara tiba-tiba naik menuju tingkat pengalaman yang jauh melampaui kenyataan sehari-hari, sehingga mencapai puncak kemampuan diri dan kebahagiaan yang luar biasa, diiringi oleh trance, dan kemudian pencerahan. Salah satu ciri orang mencapai ekstasi adalah bahwa ia merasa tidak lagi menjadi dirinya.
Jika teori ekstasi kekerasan dikontekskan dengan FPI, maka bisa dikatakan bahwa FPI saat ini telah sampai pada masa ekstasi kekerasan. Terbukti, mereka sangat bahagia ketika mampu melakukan tindak kekerasan. Meski itu dilakukan berkali-kali. Mereka merasa telah menemukan pencerahan dalam dirinya. Apalagi dengan menyandang atribut "Islam", tindakan mereka semakin mantap. Apa yang mereka rasakan saat melakukan kekerasan seolah itu bukan diri mereka sendiri. Ada sebuah kekuatan pendorong yang membuat diri mereka tidak sadar. Kekuatan itu tak lain adalah sikap fanatisme sempit. Fanatisme inilah yang seringkali menjadi dasar FPI dalam bertindak. Mereka tak sadar akan hal ini. Lalu dengan bangga memberi atribut "Islam" dalam setiap tindakannya.
Aksi atau tindakan penentangan memang dibolehkan. Namun bukan dengan kekerasan. Tindakan penentangan bisa dilakukan dengan protes, dialog, debat, demonstrasi, dan tindakan penentangan tanpa anarkisme. Yang dilakukan FPI jauh lebih dari kekerasan. Mereka telah melakukan apa yang diusebut Michel Seres sebagai hyper-violence atau melampaui kekerasan disebabkan seringnya kekerasan dilakukan. Kalau memang kekerasan itu dilakukan demi kebenaran dan kemaslahatan tak mengapa. Tapi jika kekerasan itu berbuntut pada kesengsaraan seperti yang dialami para anggota AKKBB kemarin, apakah hal itu bisa dibenarkan? Bukankah rasa kemanusiaan juga agama melarang adanya kekerasan? Mengapa FPI yang mengatas namakan gerakan agama malah berbuat kekerasan.
Kalau sudah begini kasusnya, mau tak mau harus dicarikan jalan tengah sebagai solusi. Artinya FPI dengan aksi kekerasannya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Jika mengacu pada pendapat Michel Seres (1990) bahwa kekerasan dan kejahatan selamanya tidak akan dapat dilenyapkan. Yang mampu dilakukan adalah mencegahnya agar tidak menjalar. Cara mencegahnya jikalau mengacu pada paham agama islam adalah dengan konsep "dialog", bukan kekerasan. Konsep ini selanjutnya mengacu pada paham pluralisme agama. Yang penulis maksud disini bahwa sudah saatnya FPI melakukan "dialog" untuk menemukan penyelesaian. Jadi, setiap persoalan tidak ditangani dengan kekerasan.
FPI sudah saatnya menyadari bahwa hidup di dunia ini berhadapan dengan berbagai macam karakter manusia dari berbagai suku, agama, ras, bahasa, serta warna kulit. Pluralisme ini dicipta Tuhan dengan berbagai maksud. Dari kacamata islam, tujuan pluralitas manusia ada empat macam: pertama, sebagai simbol atau tanda kebesaran Tuhan (QS al-Rum/30:20), kedua, sebagai sarana berinteraksi dan berkomunikasi antara sesama manusia (QS Al-Hujurat/49:13), ketiga, sebagai ujian dan sarana manusia dalam berlomba menuju kebaikan dan prestasi (QS al-Maidah/5:48), keempat, sebagai motivasi beriman dan beramal saleh (QS al-Baqarah/2:60) (Nur Ahmad: 2001). Dari keempat tujuan ini, dapat disimpulkan bahwa Tuhan tidak menghendaki adanya kekerasan terhadap sesama manusia. Jikalau ada konflik maka selesaikanlah dengan damai.
Aksi FPI sudah jelas sangat jauh dari damai. Mereka malah mengajak bertikai. Sikap ini tak pernah ada dalam ajaran islam. Islam sangat melarang pertikaian. Ini menandakan bahwa modus operandi atau motif tindakan FPI bukan persoalan agama, melainkan pemenuhan terhadap sikap fanatisme. Selain tentu saja ada motif politik. Karena itu, FPI sesegera mungkin menghentikan segala tindakan ektasi kekerasan yang dilakukannya.
Banyak cara menyelesaikan suatu perkara tanpa melalui kekerasan. Adanya perbedaan paham misalnya, disikapi dengan sikap legowo. Perbedaan itu adalah sunnatullah, tidak perlu diperdebatkan. Apalagi dimusuhi. Perbedaan itu harus dirangkai agar tampak indah seindah pelangi di angkasa. Terlebih ditengah carut-marutnya kondisi bangsa, perbedaan harus mampu saling menyapa agar tercipta kerukunan. Dan pada gilirannya menumbuhkan sikap saling tolong-menolong.
Sudah saatnya kekerasan diakhiri. Tata nilai peradaban Indonesia mengajarkan untuk berdamai dengan penuh khidmat.
*)Penulis adalah pengamat sosial pada Hasyim Asy’ari Institute Yogyakarta.
HP 085292843110
Nomor Rekening 0112531627 Bank BNI Cabang UGM Yogyakarta atas nama Fatkhul Anas

Tidak ada komentar: